Mastah,Penjelasan Syirik Dan Mendakwahkan Tauhid-Setiap muslimah dan muslimah yang sah adalah kaum tauhid. Sehingga tauhid identik dengan laki-laki dan perempuan muslim. Yang ada hanyalah bahwa tingkat tauhid seorang muslim laki-laki dan seorang muslimah perempuan berbeda, ada yang ideal dan ada yang tidak. Setiap dosa yang dilakukan oleh seseorang dapat mencemari tauhid, atau bahkan meniadakannya.
Penjelasan Syirik Dan Mendakwahkan Tauhid
BAHAYA SYIRIK
Tauhid adalah penegasan Tuhan Yang Maha Esa dalam kekhususan-Nya, yaitu perbuatan Tuhan (Tuhan Yang Maha Esa), hak Tuhan untuk beribadah, serta nama dan sifat-sifat Tuhan (Poros Al-Asamaa).
Sedangkan lawan dari tauhid adalah politeisme.
Syirik dibagi menjadi dua bagian:
Pertama: Syirik Besar: Ia menyamakan sesuatu selain Tuhan dengan Tuhan dalam kekhususannya (dalam ketuhanan, ketuhanan, dan nama Shafata). Syirik besar termasuk penghapusan Islam (kekafiran). Jika pelaku tidak bertobat sampai mati, dia akan tetap berada di Neraka selamanya.
Kedua: Syirik kecil, yaitu segala sesuatu yang dilarang oleh syariat disebutkan dalam teks (bukti) atas nama syirik, dan merupakan penyebab syirik besar. Kemusyrikan kecil ini tidak menjauhkan pelaku dari Islam, karena tidak ada unsur menyamakan selain Tuhan dengan Tuhan dalam privasinya. Tapi syirik kecil termasuk dosa besar setelah syirik besar (dan tingkatannya).
Jadi politeisme sangat berbahaya. Dan jika itu adalah kemusyrikan besar, maka itu membatalkan semua perbuatan baik pelakunya, dan mengeluarkannya dari Islam. Adapun syirik kecil, sekalipun hanya membatalkan apa yang menyertainya dan tidak menghilangkannya dari Islam, maka syirik kecil adalah salah satu dosa terbesar setelah syirik besar (dan tingkatannya).
Mengapa politeisme begitu ditakuti?
Syirik Adalah Dosa Terbesar
Allah ta’ala berfirman:
(Dan Luqman teringat anaknya ketika mengajarinya: Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, justru kemusyrikan adalah kezaliman yang paling besar) (Q. Luqman: 13)
Ibnu Qasir, semoga Allah merahmatinya, dijelaskan dalam kitab Tafsirnya. Dia berkata, semoga Tuhan merahmatinya: Ini adalah tirani terbesar.
Allah SWT tidak mengampuni orang yang melakukan kemusyrikan besar jika meninggal dalam keadaan tidak taubat dan pelakunya sesat dengan kesalahan yang sangat jauh.
Baca juga : Inilah Manfaat Berkurban Bagi Agama Islam
Allah ta’ala berfirman;
“Allah SWT tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa kecuali siapa yang Dia kehendaki, dan barang siapa yang menyerupai Allah telah tersesat jauh” (Pendeta). Wanita: 116).
Makna dari ayat ini adalah bahwa pelaku syirik besar tidak akan diampuni oleh Allah jika ia meninggal dalam keadaan belum bertaubat. Karena dalam Surat Az-Zumar ayat 53, Allah SWT berfirman bahwa Allah SWT mengampuni segala dosa hamba-Nya jika bertaubat.
Allah ta’ala berfirman;
“Allah mengampuni segala dosa (Q. Az-Zumar: 53).
Ayat ini untuk orang-orang yang bertaubat sebelum ditutupnya pintu taubat.
Seorang musyrik besar, jika dia meninggal dalam keadaan tidak bertobat, semua ibadahnya hilang.
Allah ta’ala berfirman;
“Dan kebenaran telah diturunkan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelum kamu, sesungguhnya jika kamu menyekutukan (Tuhan), maka pastilah batal amal-amalmu dan kamu pasti termasuk orang-orang yang merugi” (QS. kelompok 65)
Jika pelaku kemusyrikan besar meninggal dalam keadaan tidak bertobat, dia akan tetap selamanya di Neraka.
Allah ta’ala berfirman;
“Orang-orang kafir Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) neraka. Mereka tetap di dalamnya selamanya. Mereka sama jahatnya dengan makhluk.” (Rev. Bukti: 6).
Atas otoritas Ibn Masoud, semoga Allah meridhoinya, Rasulullah, semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian.
“Barangsiapa yang mati dalam ibadah selain Allah, dia akan masuk Neraka.” (HR Bukhari).
Hadits ini menunjukkan ancaman yang menakutkan bagi pelaku kemusyrikan besar dengan menjelaskan konsekuensi yang akan diperolehnya dan tempat kembalinya. Barangsiapa menyembah dan menyembah selain Allah dan tidak bertobat sampai mati, dia akan masuk neraka dan tinggal di sana selamanya. Ini menunjukkan bahwa kita harus takut dengan kemusyrikan.
Jebakan besar atau kecil, pelakunya diancam dengan neraka.
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Nabi, semoga Allah SWT memberkati dia dan memberinya kedamaian, berkata:
“Barang siapa yang bertemu dengan -Tuhan dalam keadaan tidak ada hubungannya dengan Tuhan akan masuk surga, dan siapa yang bertemu Tuhan dengan syirik akan masuk Neraka.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa barang siapa yang meninggal dengan membawa dosa kemusyrikan (besar dan kecil) diancam masuk neraka (selamanya atau tidak). Hal ini mengharuskan kaum tauhid takut akan kemusyrikan, apapun bentuknya, karena ruang lingkup kemusyrikan dalam hadis ini bersifat umum, yaitu kemusyrikan besar dan kemusyrikan kecil.
Baca juga : Amalan Doa Dzikir Malam Pengantar Tidur
Ancaman masuk neraka bagi mereka yang melakukan adalah bahwa pelaku kemusyrikan besar akan tetap berada di neraka jika mereka mati tanpa pertobatan. Adapun pelaku syirik kecil, jika masuk neraka maka tidak kekal, melainkan ada kemungkinan bahwa Allah SWT akan mengampuni dosa pelakunya.
Argumen yang menunjukkan ketakutan kaum monoteis terhadap politeisme
Nabi, semoga Allah SWT memberkati dia dan memberinya kedamaian, adalah imam monoteis yang paling lengkap, tetapi dia takut jatuh ke dalam kemusyrikan besar.
Atas otoritas Anas, ra dengan dia, dia berkata: Di masa lalu, Nabi, semoga Allah SWT memberkati dia dan memberinya kedamaian, sering berdoa.
Baca juga : Jelaskan Mekanisme Pembagian Kekuasaan yang Dilaksanakan di Indonesia
Wahai orang-orang yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku pada agama-Mu.
Aku berkata: Wahai Rasulullah, kami percaya padamu dan percaya pada pesan yang kamu sampaikan. Apakah Anda masih mengkhawatirkan kami? Dia, saw, berkata:
Ya, hati berada di antara dua jari jari Tuhan. Tuhan mengubahnya bertentangan dengan kehendak-Nya.” (Sahih, Yang Mulia, Al-Tirmidzi).
Hal ini menunjukkan kepedulian Rasulullah, semoga Allah SWT memberkatinya dan memberinya kedamaian, tentang segala sesuatu yang menjauhkan pelaku dari agama Allah SWT termasuk kemusyrikan besar. Ia juga memperhatikan segala sesuatu yang menularkan pelakunya melalui ketaatan kepada Allah SWT.
Baca juga : Akhlak Dalam Kehidupan Umat Muslim
Allah ta’ala berfirman;
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah) negeri yang aman, dan cegahlah aku, anak-anakku, dan cucu-cucuku dari menyembah berhala” (Ibrahim: 35).
Pertama: bahwa itu milik Ulul Azmi Manar al-Rasul (para utusan yang memiliki kekuatan dan ketabahan untuk doa-doa Allah dan kedamaian). Total ada 5 Rasul, semoga berkah dan damai atas mereka berdasarkan Surah Al-Ahzab ayat 7.Kedua: Dia adalah imam Hanafi setelah Nabi, semoga Allah SWT memberkati dia dan memberinya kedamaian. Quneith dan Hanif serta jauh dari kemusyrikan dalam Surat An-Nahl ayat 120.
Ketiga: Dia mematahkan patung dengan tangannya sekali, seperti dalam Surat Al-Anbiya, ayat 58.
Keempat: Dia adalah sahabat Allah SWT, seorang utusan yang sangat dicintai Allah. Sahabat Tuhan Hanya ada dua utusan.
Nabi, semoga Allah SWT memberkati dia dan memberinya kedamaian, mengatakan
“Tuhan menjadikan saya seorang teman sama seperti dia menjadikan Abraham seorang teman.” (HR.Muslim)
Ini adalah posisi mulia Rasulullah Ibrahim, saw. Ia adalah sosok tauhid yang sempurna, namun dalam Surah Ibrahim ayat 35 di atas, ia tetap berdoa, “Lindungi aku, anak-anakku, dan cucu-cucuku dari penyembahan berhala. Ini menunjukkan ketakutannya yang ekstrim terhadap politeisme.
Hal Ini Karena:
Pertama: Jangan berdoa untuk diri sendiri saja, tetapi juga untuk anak-anaknya.
Kedua: Harap jauhkan isi doa dan jangan hanya agar Anda tidak terjerumus ke dalamnya. Ini menunjukkan ketakutan yang intens.
Ketiga: Jenis kemusyrikan yang dimintanya untuk dijauhi adalah kemusyrikan yang besar/jelas (politeisme yang jelas), yang mungkin tidak terbayangkan oleh banyak umat Islam saat ini untuk berdoa dengan doa ini. Dia sangat takut dengan politeisme yang terlihat, belum lagi politeisme yang tersembunyi!
Jadi, menurut pemikiran kita, jika Nabi Ibrahim as takut terjerumus ke dalam kemusyrikan, bagaimana dengan kita? Siapa yang di bawah tingkat keimanan dan ketauhidan yang pantas merasa aman dari kemusyrikan jika dia tidak merasa aman?
Sumber : muslim